Hari Lahir Sayyidah Fathimah as
Sayyidah
Fathimah lahir pada tanggal 20 Jumadil Tsani tahun ke lima hijriah.
Pada masa itu usia ayahnya; Nabi Muhammad saw 45 tahun dan usia ibunya;
Khadijah binti Khuwailid 60 tahun.
Nama-nama beliau antara lain: Fathimah, Shiddiqah, Zahra, Mubarakah, Radhiyah, Mardhiyah, Thohirah, Zakiyah, Muhaddatsah.
Julukan
beliau lebih dari tiga puluh sebagaimana yang ada dalam ziarah-ziarah
atau sifat-sifat yang telah disebutkan oleh Rasulullah sendiri untuk
beliau seperti, Ummul Aimmah, Ummu abiha, Ummul hasan, Ummul husein,
Ummul muhsin, Batul, Haniyah, Al-Hurrah, Hashon, Haura insiyah, sayyidah
An-Nisa Al-Alamin, shobirah, muthohharah, syahidah, dan sebaginya.
Beliau dinamakan Fathimah yang artinya putus, pisah yakni beliau dan para pengikutnya terpisah dan terputus dari api neraka.[1]
Masa Kecil Sayyidah Fathimah as
Beliau
hidup pada zaman yang penuh tantangan karena pada masa itu adalah masa
dakwah ayahnya dalam mengajak masyarakat untuk beriman kepada Allah swt.
di mana orang-orang Quraisy pada saat itu karena kesombongannya dengan
harta kekayaan dan nasabnya mereka merasa bangga dan tidak mau beriman
kepada Allah swt. Faktor lain yang membuat mereka tidak beriman adalah
mengikuti agama dan keyakinan nenek moyang mereka sebagai penyembah
berhala. Pada kondisi seperti ini hanya sedikit orang-orang yang beriman
kepada Allah swt dan kenabian Muhammad saw. mereka yang beriman
khususnya para mustadh’afin dan orang-orang yang teraniaya.
Selain
Nabi Muhammad sekeluarga ada beberapa keluarga yang beriman antara lain
keluarga Yasir bin Amir dan anak istrinya yang bernama Sumayyah dan
Ammar bin Yasir. Sumayyah adalah wanita syahid pertama dalam islam. Ia
terbunuh karena membela islam dan Rasulullah saw sehingga
rela dibantai oleh kaum Quraisy. Orang yang mendukung Rasulullah dalam
rumah adalah Khadijah binti Khuwailid dan pendukung di luar rumah adalah
paman Rasulullah saw yang bernama Abu Thalib. Akan tetapi setelah
meninggalnya Khadijah dan Abu Thalib, Fathimah lah yang
menjadi pendukung ayahnya di rumah karena sepeninggal Khadijah dan Abu
thalib orang-orang kafir semakin merajalela dalam memusuhi Rasulullah
saw.
Pada
tahun kelima hijriah ibu Sayyidah Fathimah a.s. meninggal dunia. Beliau
hidup bersama ayahnya sehingga saat orang-orang kafir menganiaya
ayahnya. Beliau adalah satu-satunya orang yang selalu menjadi pendingin
dan penenang hati ayahnya oleh karenanya beliau dijuluki sebagai Ummu abiha, yakni ibu ayahnya. Beliau selain sebagai putri juga sebagai ibu dari ayahnya dalam mengemban risalah islam.
Fathimah adalah Bagian dari Diri Nabi saw
Para
perawi baik dari Syi’ah maupun Ahli Sunah telah meriwayatkan hadis yang
berbunyi: “Fathimah adalah bagian dariku barang siapa yang menyakitinya
maka ia telah menyakitiku”. [2]
Karena
Fathimah adalah bagian dari Nabi saw. maka saat beliau gembira hati
Nabi juga ikut gembira dan di saat beliau sedih hati Nabi juga ikut
sedih. Ucapan Nabi yang demikian ini bukan hanya karena ucapan kasih
sayang atau lebih bersifat emosional tapi sebuah hakikat. Hakikat yang
akan menjelaskan rahasia dari salah satu perilaku Nabi
saw. di mana setiap Nabi mau bepergian beliau selalu mengucapkan selamat
tinggal terlebih dahulu dengan putrinya Fathimah. Fathimah adalah orang
yang terakhir yang ditemui Nabi ketika mau pergi dan ketika datang dari
bepergian yang pertama kali beliau temui adalah putrinya Fathimah.[3]
Fathimah dalam Ucapan Nabi Muhammad saw
Dia adalah jantungku.[4]
Dia adalah cahaya mataku.[5]
Dia adalah buah hatiku.[6]
Dia adalah bagian dari diriku.[7]
Dia adalah pemimpin seluruh wanita alam. Di hari kiamat juga dia sebagai pemimpin seluruh wanita.[8]
Sesungguhnya Allah akan marah jika dia marah dan Allah akan senang jika dia merasa senang.[9]
Bau surga tercium darinya.[10]
Cahaya Fathimah diciptakan sebelum diciptakannya seluruh cahaya langit dan bumi.[11]
Orang yang pertama menyusul nabi Muhammad saw. setelah wafat ayahnya.[12]
Orang yang pertama kali masuk surga.[13]
Dia bisa memberikan syafaat di hari kiamat.[14]
Seandainya
dalam Al-Quran tidak ada ayat yang diturunkan sekaitan dengannya dan
tidak ada ayat yang tafsirannya berkaitan dengannya dalam masalah
sebab-sebab turunnya ayat maka hanya dengan ayat yang berbunyi ‘Dan dia
tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu akan tetapi pembicaraanya adalah
hanya wahyu yang di wahyukan kepadanya,[15]
tidak ada keraguan sama sekali tentang keutamaan yang disebutkan Nabi
Muhammad saw. sekaitan dengan putrinya dan ini bukan hanya sekedar
karena sebagai putrinya sehingga beliau menyebutkan keutamaan ini, akan
tetapi beliau menyebutkannya karena untuk umatnya supaya mereka tahu dan
satu-satunya teladan dalam Islam adalah putri rasul; Fathimah, yang
berada di bawah naungan dan pendidikan wahyu ilahi. Ayah, suami dan anak-anaknya adalah utusan Allah swt.
Fathimah sebagai Sosok Teladan Bagi Wanita Seluruh Alam
Sebelum
membahas masalah meneladani Sayyidah Fathimah a.s. kita lihat bagaimana
Allah swt. mendidik makhluknya yang bernama manusia dengan perantaran
para utusan-Nya. Allah dalam mendidik hambanya dengan menggunakan
berbagai macam cara seperti memberikan kabar gembira berupa
nikmat-nikmat yang abadi, menakut-nakuti dengan azab yang pedih,
menceritakan kisah kaum terdahulu, menceritakan kisah para nabi,
menggunakan contoh atau sumpah dan sebaginya.
Salah
satu cara yang paling mujarab yang digunakan berkali-kali dalam
Al-Quran adalah menyodorkan teladan yang layak dan baik dengan cara
langsung atau tidak langsung. Begitu juga menentukan teladan yang baik
dan menekankan untuk mengikutinya serta tidak menganggap baik mengikuti
teladan yang buruk dan menghancurkan pemikiran dan budaya yang tidak
baik.
Al-Quran
mengenalkan Rasulullah saw. sebagai teladan yang baik bagi kaum
beriman: “Dalam diri Rasulullah saw. ada teladan untuk kalian
orang-orang yang berharap kepada Allah dan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.[16] Artinya, mengikuti Rasul sebagai teladan adalah sebuah taufik dan sifat yang terpuji
yang tidak bisa didapatkan oleh setiap orang, akan tetapi hanya bisa
didapatkan oleh orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kiamat serta orang-orang yang betul-betul mencintai Allah dan banyak
mengingat-Nya saja. Yang pada akhirnya mengingat dan perhatian yang
terus menerus inilah yang akan menyebabkan seseorang untuk meneladani
Rasulullah secara sempurna.[17]
Sebaliknya, jika keimanan seseorang kepada Allah swt. dan hari kiamat
semakin lemah maka semangat dan taufik untuk meneladani Rasulullah saw.
juga akan semakin kecil dan lemah.[18]
Sebuah misal, Al-Quran menganjurkan kepada Rasulullah saw untuk meneladani para nabi ulul Azmi dalam menyampaikan risalahnya artinya hendaknya seperti mereka sabar dan istiqomah dan hindarilah tergesa-gesa “(Dalam bertablig dan menahan godaan umat). Bersabarlah sebagaimana para nabi ulul azmi bersabar dan jangan tergesa-gesa (dalam mengazab mereka)”.[19]
Al-Quran
dalam mendidik umat menggunakan contoh dalam bentuk cerita, seperti
dalam ayat yang menceritakan kisah Asiyah; istri Firaun dan Maryam;
putri Nabi Imran as mereka adalah teladan bagi para mukminin alam, baik
laki-laki maupun perempuan. “Allah mencontohkan Asiyah istri Firaun
untuk orang-orang yang beriman ketika dia berkata Ya Allah bangunkanlah
untukku sebuah rumah di sisimu di surga dan selamatkanlah aku dari
keburukan Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari orang-orang
yang zalim. Dan Maryam; putrinya Imran yang menjaga kesuciannya”….[20]
Dalam
ayat ini Allah mengenalkan masalah teladan yang baik. Kalau mau
meneladani maka teladanilah dua wanita ini, dari sisi panjangnya
jangkauan dan semangat tingginya Asiyah; istri Firaun di
mana ia saat itu berada dalam istana dengan fasilitas yang memadai,
tetapi ia tidak menghiraukan masalah dunia dan memandangnya sebagai
sesuatu yang hina bahkan meminta kepada Allah untuk dibangunkan sebuah
rumah yang abadi di akhirat dan hendaknya diselamatkan dari tangan
Firaun yang zalim dan kaumnya. Begitu juga teladanilah Maryam, dari sisi
kesuciannya dan iman serta penghambaannya yang murni kepada Allah swt.
Sekaitan
dengan contoh teladan Maryam, dia adalah teladan untuk zamannya.
Sementara Sayyidah Fathimah adalah teladan seluruh wanita sepanjang
sejarah. Rasulullah saw. bersabda bahwa Maryam adalah teladan bagi para
wanita di zamannya sementara Fathimah adalah teladan wanita seluruh alam
dari awal sampai akhir.[21]
Rasulullah bersabda bahwa malaikat telah turun kepadaku dan memberikan
kabar gembira bahwa Fathimah adalah teladan seluruh wanita penghuni
surga dan teladan seluruh wanita umatku.[22]
Dari
sini jelas, bahwa kedudukan Sayyidah Fathimah lebih tinggi dari
kedudukan Maryam dan Asiyah. Kedudukan Fathimah tidak hanya lebih tinggi
dari kedudukan Maryam dan Asiyah. Bahkan puncak kedudukan keduanya
adalah di saat mereka mendapatkan taufiq untuk membantu ibu Sayyidah
Fathimah ketika melahirkan beliau as Kisah lahirnya Sayyidah Fathimah
ini diriwayatkan dari ucapan Imam Shadiq as bahwa ketika Khadijah binti
Khuwailid kawin dengan Muhammad saw tidak ada seorang wanita Quraisy
pun yang mau menjenguk Khadijah, terutama ketika melahirkan putrinya
yang bernama Fathimah a.s. maka dengan izin Allah datanglah empat wanita
surga dan salah satunya mengenalkan diri seraya berkata saya adalah
Sarah istri Ibrahim as dan ini adalah Asiyah putri muzahim (istri
Firaun) dan dia adalah temanmu di surga dan ini adalah Maryam putri Imran as dan ini adalah Shafura putri
Syuaib as kami adalah utusan Allah swt untuk menolongmu di mana setiap
wanita menolong wanita-wanita lain yang membutuhkan. Maka lahirlah
Sayyidah Fathimah yang suci dan sinarnya menyinari rumah-rumah daerah
sekelilingnya. Pada saat itu sepuluh peri dari surga masuk ke rumah
Khadijah yang masing-masing dari mereka membawa dua bejana air telaga
Kautsar. Wanita yang berada di depan Khadijah adalah Maryam. Ia
mengangkat Sayyidah Fathimah dan memandikannya dengan air telaga Kautsar
kemudian membungkusnya dengan kain putih yang putihnya lebih putih dari
susu dan lebih harum dari misyk (minyak wangi). Dan mengerudunginya dan
pada saat itu berbicara dengan Fathimah. Dan Fathimah berkata:
اَشْهَدُ
اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَ اَنَّ اَبِى رَسُوْلُ اللهِ سَيِّدُ
الْاَنْبِيَاءِ وَ اَنَّ بَعْلِى سَيِّدُِ الْاَوْصِيَاءِ وَ وُلْدِى
سَادَةُ الْاَسْبَاطِ
“Aku bersaksi
bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya ayahku adalah
pemimpin para nabi dan suamiku adalah pemimpin para imam maksum dan
anakku adalah pemimpin para pemuda”.
Kemudian
Sayyidah Fathimah memanggil nama masing-masing wanita surga itu dan
mengucapkan salam kepada masing-masing mereka. Para peri surga tertawa
bahagia. Para penduduk langit dengan lahirnya Sayyidah Fathimah as
saling memberikan kabar gembira. Pada saat itu langit bersinar dengan
sinarnya yang tidak ada bandingannya di mana setelah itu
tidak terlihat lagi sinarnya. Kemudian keempat wanita surga ini
menyerahkan Sayyidah Fathimah ke pangkuan Khadijah seraya berkata
ambillah putri ini di mana dia adalah penyuci (thahir) dan sudah
disucikan (muthahhar) dan penuh barakah (mubarakah) Allah memberkatinya
dan memberkati keturunannya.[23]
Setelah
mengkaji masalah meneladani dan caranya dalam Al-Quran sekarang
bagaimana kita meneladani Sayyidah Fathimah as di mana faktor pembentuk
kepribadian seorang teladan merupakan masalah yang betul-betul menjadi
bahan kajian. Kalau hanya berbicara faktor pembentuk seperti genetik,
lingkungan, lingkungan geografi dan lingkungan masyarakat maka
meneladani tidak memiliki makna karena faktor tersebut adalah
keterpaksaan. Oleh karena itu, selain kita mengakui faktor tersebut maka
kita juga harus mengakui faktor yang terpenting lainnya yaitu kebebasan
dan kemauan seorang sosok teladan. Lantas bagaimana dengan faktor
pembentuk kepribadian Sayyidah Fathimah as dan bagaimana caranya kita
meneladani beliau.
Kalau
kita lihat dari sisi genetik, lingkungan, baik lingkungan sebelum lahir
maupun lingkungan setelah lahir, lingkungan sosial, lingkungan geografi
Sayyidah Fathimah tidak diragukan bahwa beliau adalah sosok teladan
yang patut untuk diteladani dan diikuti karena ayah beliau adalah
Muhammad saw makhluk yang paling mulia dan ibunya Khadijah
binti khuwailid wanita yang paling suci dan mulia di zamannya sementara
kakek neneknya adalah orang-orang yang saleh dan paling suci di bumi
pada masa itu. Nutfah Sayyidah Fathimah telah dibuahi di saat ayahnya
telah mencapai kesucian ruh karena ibadahnya kepada Allah swt. selama
empat puluh hari dan bahan nutfahnya adalah makanan surgawi yang paling
suci dan bagus.[24] Oleh karena itu beliau dinamakan Haura’ Al-Insiyah, peri yang berupa manusia dan Rasulullah selalu merindukan bau surga dalam wujud beliau.
Fathimah dipelihara dalam keluarga yang penuh kasih sayang, ceria dan suci
di mana setelah wafat ibunya beliau dididik oleh pendidik yang paling
bagus akhlaknya yaitu ayahnya sendiri dan berada di sisi suami yang
selalu berada di bawah naungan Rasulullah saw. dan faktor lain yaitu
faktor secara gaib yaitu selalu mendapatkan ilham dari Allah swt.
melalui malaikat yang turun kepadanya.
Dari
sisi faktor-faktor ini kita bisa meneladaninya dalam kehidupan ini
seperti ketika ada niat untuk kawin maka harus teliti dalam memilih
pasangan hidup, pentingnya kedua orang tua untuk membangun dan
membersihkan diri dan kejiwaan sebelum terjadinya pembuahan dan setelah
itu keharusan kedua orang tua dalam mengonsumsi makanan halal dalam masa
kehamilan sampai menyusui.
Kita
sebagai manusia biasa dalam meneladani orang suci seperti Sayyidah
Fathimah sekalipun tidak akan sampai walau hanya pada tanah bekas
kakinya akan tetapi pandangan seperti ini jangan sampai menjadikan kita
putus asa dan menjadi penghalang dalam meneladaninya. Kedudukan beliau
yang sangat tinggi hendaknya menjadikan spirit bagi kita yang mau
meneladaninya karena faktor yang paling pokok dalam pembentukan
kepribadian beliau adalah ikhtiar dan pilihan bebas beliau.
Betul,
Sayyidah Fathimah adalah manusia maksum dan suci dari dosa, tetapi
beliau adalah manusia juga, sehingga dalam meneladani kita lihat sisi
kesamaannya dengan kita sebagai manusia, di mana kita bisa meneladani
beliau dari sisi dia juga memiliki kecondongan dan syahwat, hawa nafsu,
fitrah, akal , penghambaan dan ibadah dan hubungan sosial sehingga
bagaimana beliau menggunakan semua ini kita bisa mencontohnya dan
meneladaninya.
Meneladani seorang teladan seperti Sayyidah Fathimah Az-Zahra as yang maksum bisa dengan dua model:
1.
Meneladani secara langsung artinya apa yang beliau lakukan kita juga
melakukannya sebagaimana setiap habis mengerjakan salat wajib beliau
membaca zikir khusus yaitu Allah akbar 34 kali, Alhamdulillah 33 kali
dan Subhanallah 33 kali. Zikir ini adalah hadiah yang beliau dapatkan
dari ayahnya.[25]
2.
Meneladani secara tidak langsung artinya hakikat perkataan dan perilaku
para sosok teladan ini harus kita pahami. Dengan menganalisa dan
menyimpulkan karakter keilmuan dan perilaku para maksum maka kita akan memahami apa tugas kita dalam kehidupan pribadi, sosial, budaya, politik dan ekonomi.
Meneladani
para maksum dengan cara tidak langsung artinya walaupun mereka hidup di
zaman yang cukup jauh perbedaannya dengan zaman kita, kita tetap bisa
meneladaninya karena dalam hal ini kita tidak harus mengikuti gaya hidup
mereka di zaman itu dan memang tidak mungkin bisa kita praktekkan di
zaman kita ini. Berarti kita harus memahami maksud dan kandungan dari
perilaku mereka dan kita praktekkan dengan gaya baru yang sesuai dengan
kebutuhan zaman dan tempat kita. Sebagi contoh dari riwayat yang sampai
ke tangan kita bahwa Sayyidah Fathimah hidup bersama Imam Ali as dalam
rumah kecil yang terbuat dari tanah, mereka memakai alas dari kulit
kambing dan kalau siang alas kulit itu digunakan untuk tempat rumput
makanan untanya.[26] Sayyidah Fathimah
menggunakan jilbab dari tenunan kulit pohon kurma. Bentuk kehidupan
seperti ini sama sekali tidak bisa diteladani pada zaman sekarang, akan
tetapi kandungan dari kehidupan seperti ini bisa kita teladani artinya
secara tidak langsung kita meneladani kehidupan mereka dari sisi
kesederhanaannya dan tidak tertipu dengan tipuan gemerlapan dunia dan
menjauhi kemewahan.
Kalau Sayyidah Fathimah menggiling gandum untuk menyiapkan roti keluarganya sehingga tangan beliau
luka artinya bahwa betapa tingginya nilai sebagai ibu rumah tangga,
usaha untuk menghasilkan produksi sendiri dan merasa cukup dengan apa
yang ada, membantu suami dalam masalah rumah tangga.
Sayyidah Fathimah as Sebagai Istri
Mendekatkan
diri kepada Allah swt hanya bisa dicapai dengan menjalankan tugas.
Setiap orang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat akan tetapi ia
harus berpikir apa sebenarnya yang diinginkan oleh Allah swt atas
dirinya. Tugas-tugas ilahi bisa dibagi menjadi tiga kelompok:
1.
Tugas yang sama antara wanita dan pria artinya masing-masing wanita dan
pria memiliki tugas secara terpisah yang harus dilakukannya sehingga
bisa mencapai kesempurnaan seperti salat, puasa, zakat, membayar khumus,
haji, infak dan sedekah dan lain-lainnya.
2.
Tugas yang khusus untuk wanita yakni tugas-tugas yang dibebankan kepada
wanita karena potensi dan kemampuannya yang dimilikinya. Susunan badan
dan jiwanya yang lembut menjadikan pekerjaan yang memerlukan kelembutan
dan ketelitian dan kerelaan dibebankan kepada wanita seperti menjadi
istri, hamil, menyusui dan mengasuh serta mendidik anak.
3.
Tugas khusus untuk laki-laki yang sesuai dengan susunan bentuk tubuh
dan kekuatannya, sehingga pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan adanya
kekuatan, kepastian dan sebaginya dibebankan pada laki-laki seperti
aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, aktivitas sosial dan politik, jihad dan perang dan sebaginya.
Dengan
mengenal tugas masing-masing maka seseorang akan dengan mudah dan tanpa
ragu-ragu ia akan menjalankan tugasnya sesuai dengan kemampuannya.
Pada
zaman Rasulullah ada yang bertanya kenapa kita sebagai perempuan tidak
mendapatkan andil untuk berjihad? Rasulullah menjawab jihadul mar’ati husnuttaba’ul[27] (jihadnya perempuan adalah menjadi istri yang baik).
Kalau
kaum laki-laki ada tugas jihad dan pahalanya sangat besar sekali, dari
sisi lain kaum perempuan juga tidak ketinggalan dalam mendapatkan pahala
yang sangat besar juga yaitu menjadi istri yang baik. Berdasarkan
kemauan Allah swt, secara fitrah kehidupan laki-laki dan perempuan
saling bergantung satu sama lainnya. Keluarga adalah satu kesatuan yang
bisa menjadi jembatan untuk mewujudkan adanya saling ketergantungan ini
dengan bentuk yang paling baik sehingga baik laki-laki maupun perempuan
bisa mencapai kesempurnaan yang diinginkan ilahi. Kesuksesan
masing-masing mereka tergantung pada keharmonisan keluarga dan hubungan
mereka sendiri, seorang istri bisa menjalankan tugasnya dengan baik di
saat dia mendapatkan dukungan jiwa, perasaan dan ekonomi dari suaminya.
Begitu juga sebaliknya suami dengan jiwanya yang tenang karena dukungan
kerelaan istrinya ia bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Akan tetapi
jika suasana rumah tangga dikuasai oleh rasa egois, kekerasan dan tidak
adanya kehormatan satu sama lainnya maka kejiwaan istri dan suami akan
terganggu sehingga mereka tidak akan bisa mencapai kesuksesan baik dari
sisi materi maupun maknawi, tidak hanya istri tidak bisa menjalankan
tugas rumah tangganya dan mendidik anaknya dengan baik akan tetapi suami
pun tidak akan sukses dalam menjalankan tugas sosialnya, oleh karena
itu keselamatan dan ketenangan sebuah masyarakat akan dimulai dari
setiap kesatuan rumah tangga.
Secara
global kejujuran dan kasih sayang serta keakraban hubungan suami
istrilah yang menjadi punggung kesuksesan laki-laki maupun perempuan dan
dalam menerapkan keharmonisan rumah tangga peran istri yang lebih
berpengaruh dan kelihatan.
Kunci
ketenangan dan keakraban dalam rumah tangga ada di tangan wanita, oleh
karena itu, ketenangan jiwa dan perasaan laki dalam aktivitas sosialnya
tergantung pada perilaku dan watak perempuan dalam rumah tangga. Kaidah
ini berlaku pada semua bidang kehidupan laki-laki baik dari sisi
kehidupan pribadi maupun masyarakat.
Laki-laki
yang sukses baik dari segi materi maupun maknawi adalah karena dukungan
istrinya sehingga jika ia sukses dan mendapatkan pahala istrinya juga
sama seperti dia mendapatkan pahalanya juga.
Menjadi
istri adalah sebuah seni seperti seni lainnya yang memerlukan adanya
ketelitian, keuletan dan pemikiran. Wanita yang ingin sukses dalam
menjalani seni ini ia memerlukan adanya teladan yang universal sehingga
dengan meneladani teladan yang sempurna ia bisa
menjalankan tugasnya dengan gaya yang paling baik. Dan yang menjadi
teladan dalam seni ini tidak ada teladan yang lebih sempurna dan
universal kecuali wujudnya Sayyidah Fathimah as
Sayyidah
Fathimah sejak beliau menginjakkan kakinya di rmuah suaminya; Imam Ali
as, beliau selalu menerima dan beradaptasi dengan apa yang ada baik dari
sisi materi maupun maknawi. Sayyidah Fathimah begitu lembut dan ceria
serta menjadi pendamping setia suaminya sehingga bisa menghilangkan rasa
lelah jiwa dan badan suaminya. Imam Ali as dalam hal ini mengatakan
bahwa setiap saat aku melihat wajahnya maka hilanglah semua kesedihanku.[28]
Sayyidah
Fathimah selalu berusaha untuk mendapatkan ridha kesenangan suaminya,
sehingga Imam Ali a.s. sekaitan dengan beliau berkata: “Demi Tuhannya
Zahra’, sampai ia meninggal dunia tidak pernah menyakiti aku dan tidak
melakukan sesuatu yang membuatku tidak suka”.[29]
Kalau mau kita paparkan bentuk kehidupan Sayyidah Fathimah, maka
memerlukan pembahasan yang lebar akan tetapi bisa kita sebutkan antara
lain bahwa beliau sangat beradab dan selalu membarengi suaminya dalam
keadaan senang maupun susah, adanya perhatian penuh kepada kejiwaan
suaminya dan tanggung jawab yang dipikul suaminya, berperilaku baik dan
berbicara sopan serta pemaaf dihadapkan suaminya, memberikan ketenangan
jiwa suami dalam menjalankan tugas dan mendidik anak-anaknya, sabar dan
menerima adanya kekurangan materi, membantu kehidupan rumah tangga untuk
cukup dan tidak adanya ketergantungan ekonomi keluarga pada orang lain
serta mendidik anak-anaknya dengan baik.
Dengan
membaca dan mempelajari kehidupan putri Rasulullah saw. di mana beliau
adalah makhluk yang paling sempurna dan suci dari dosa dan dengan
menelaah sabda-sabda beliau, maka kita sebagai penganutnya
akan bisa menjadikan keluarga dan karakter kepribadian mereka sebagai
sebuah teladan dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai muslim
yang cerdas tentu akan menjadikan putri Rasululullah saw sebagai teladan
untuk bisa mencapai kesempurnaan. Karena sudah menjadi tabiat manusia
bahwa dalam hidup manusia selalu ada yang ingin diikuti dan ditiru. Dan
satu-satunya teladan yang dikenalkan oleh Rasulullah Adalah Sayyidah
Fathimah Az-Zahra as
Kesimpulannya
bahwa kita dalam meneladani perkataan dan perilaku para sosok teladan
adalah bukan dari bentuk perkataannya atau model perilakunya itu
sendiri, akan tetapi maksud dan kandungannya yang harus
kita pahami dan kita teladani dan harus kita sesuaikan dengan zaman kita
sekarang ini, oleh karena itu, sebagai seorang mukmin kita harus selalu
mencari sejarah dan mempelajarinya sehingga dari sejarah itu dengan
menganalisa dan memahami kandungannya, kita teladani dan kita praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan dan zaman yang kita
alami. Kita sebagai umat Muhammad sudah disiapkan oleh Allah para sosok
teladan yang harus kita teladani sehingga tidak perlu harus meneladani
orang-orang yang tidak layak untuk diteladani.